BANDUNG - Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Dedi A Rachim mengatakan satu indikasi
kondisi Indonesia yang memprihatinkan adalah tingginya pengaduan
masyarakat terhadap tindakan korupsi. Karena itulah, perlu adanya
strategi dan rancangan khusus bagaimana menanamkan jiwa antikorupsi sejak dini.
Dedi menjelaskan, selama kurun waktu 2004-2013, KPK telah menerima
sebanyak 70.000 pengaduan masyarakat terkait kasus korupsi. Namun,
dengan berbagai keterbatasan KPK baru mampu menyelesaikan rata-rata 50 kasus setiap bulannya.
"Bisa dibayangkan jumlah pengaduan masyarakat mencapai 70.000.
Sementara jumulah personil KPK yang aktif dari semua unsur saat ini
hanya 53 orang. Karena ada 20 penyidik KPK dari kepolisian yang dulu
ditarik tugas dan enam lainnya tidak memperpanjang masa kerja. Tapi
dengan keterbatasan personil KPK akan tetap menuntaskan kasus demi kasus," ungkap Dedi.
Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Wahyudin Zarkasyi mengungkapkan,
modul pendidikan antikorupsi tentu saja menjadi harapan bagaimana
pencegahan korupsi sejak dini. Namun, mengacu pada makna pendidikan,
antikorupsi tidak hanya akan berada dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (Pkn) tapi semua mata pelajaran.
"Rencana penerapan modul pendidikan antikorupsi akan diterapkan di
semua mata pelajaran dan semua tingkat pendidikan. Karena makna
pendidikan itu bukan sekadar belajar matematika, fisika, atau pelajaran
lainnya tetapi bagaimana membentuk kepribadian, karakter
anak didik yang mampu menerapkan nilai-nilai kejujuran," ungkap
Zarkasyi yang juga menjadi pembicara dalam seminar nasional Magister
Ilmu Ekonomi bertema “Population& Human Resources Devolepment” di
Bale Rumawat Unpad, Jalan Dipatiukur No 35 Kota Bandung, Rabu (24/4).
Zarkasyi menambahkan, pendidikan karakter, kepribadian, dan nilai-nilai kejujuran akan menjadi fokus perhatian dalam kurikulum
2013 mendatang. Selain itu, dunia pendidikan juga harus mampu
menciptakan generasi yang optimistis bukan ateis dan tidak meyakini
adanya Tuhan.
"Kita seolah hanya menciptakan generasi yang ateis selama ini. Mereka
seolah tidak yakin dengan kemampuan dan tidak percaya terhadap Tuhan.
Contoh paling nyata adalah dalam pelaksanaan Ujian Nasional. Jika
anak-anak kita percaya dengan Tuhan dan yakin dengan diri sendiri
tidak harus dijaga. Mereka akan dengan jujur melaksanakannya. Tapi
itulah tantangan ke depan bagaimana kita menciptakan generasi terdidik
yang bernilai dan mengusung nilai-nilai kejujuran dan kebenaran," pungkasnya tjo
http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/berita/detailberita/6376
Tidak ada komentar:
Posting Komentar